Hay,,,
Perkenalkan nama
lengkap saya Suryanti Juniati Letfra , biasa di sapa dengan panggilan Titind .
Saya berasal dari
daerah Alor , Nusa Tenggara Timur .
Nah, berbicara
mengenai asal saya yaitu pulau Alor , saya akan memperkenalkan salah satu tradisi
yang tidak asing lagi diketahui yaitu Moko .
Moko, setidaknya demikianlah warga masyarakat yang
beribukota kalabahi ini menamai nekara perunggu ini. Berbagai ritual adat yang
berlangsung di nusa kenari ini kerap kali menggunakan moko sebagai salah
satu panel ritual adat. Hal yang paling menyolok adalah penggunaan moko
sebagai mahar atau mas kawin yang dalam wilayah Nusa Tenggara Timur ini banyak
dikenal sebagai belis.
Besarnya belis atau mahar yang ditetapkan
dalam adat istiadat perkawinan didalam kekerabatan masyarakat alor secara
gamblang dapat menggambarkan status sosial dari yang bersangkutan, semakin
besar jumlah mahar atau belis dalam bentuk moko ini, menunjukan semakin
tingginya derajat atau status sosialnya. Sampai saat ini pun, penggunaan moko
sebagai belis atau mas kawin ini masih menjadi tradisi yang tetap dilaksanakan
di kabupaten Alor ini.
Secara keseluruhan, dengan melihat
ketersediaan moko yang sering digunakan sebagai belis dalam perkawinan
masyarakat Alor, setidaknya terdapat lima wilayah kesukuan di Alor yang
mempunyai dan menyimpan moko dalam jumlah yang cukup besar di dalam
masyarakatnya, antara lain adalah wilayah Alor Timur, Alor Selatan, Alor Barat
Daya, Alor Barat Laut, dan Alor Pantar. Dari intensitas penggunaan moko
sebagai mas kawin atau belis di kabupaten Alor ini, masih terdapat beberapa
suku yang tetap menggunakan moko ini sebagai belis atau mas kawin yang
belum tersubstitusi sepenuhnya, diantaranya adalah suku darang (raja), suku
tawaka, suku kalondama, suku kawali, dan suku balomasali.
Museum seribu moko di Alor adalah
sebuah tempat yang tepat jika anda mencari atau ingin melihat koleksi yang
lengkap dari moko atau nekara perunggu ini. Di museum seribu moko
ini anda dapat menjumpai moko yang paling besar yang adalah asli ditemukan
di alor yang diberi nama moko nekara, sedangkan moko-moko
kecil lain biasanya diberi nama berdasarkan ornamen atau hiasan yang terdapat
pada moko tersebut. Moko nekara merupakan salah satu hasil
kebudayaan perundagian (zaman perunggu) yang digunakan masyarakat sebagai alat
upacara. Nekara bertipe heger i ini ditemukan oleh Simon J Oil Balol di dalam
tanah di desa Kokar, Alor Barat Laut. Menurutnya lokasi penemuan moko
nekara ini ia dapatkan berdasarkan petunjuk mimpi yang ia peroleh. Berdasarkan
petunjuk mimpi itu, saat bangun keesokan harinya, tepatnya 20 agustus 1972,
Simon menggali di tempat yang telah dibayangkan dalam mimpi.
Berat moko nekara itu belum pernah
ditimbang hingga saat ini. Bentuk dan ciri fisik dari moko nekara ini
didesain menyerupai gendang atau tambur, bagian atasnya datar atau rata
sebagaimana bentuk kebanyakan moko, sedangkan di tengah-tengahnya
terdapat ornamen berupa gambar bintang, di bagian tepi terdapat empat patung
kodok (satu di antaranya telah hilang). Bagian badan terdapat empat buah
telinga, yakni dua di bagian kanan dan dua di kiri. Kajian ilmiah yang lebih
detail tentunya diharapkan dapat menjelaskan makna atau tujuan dari bentuk
desain seperti itu. Moko nekara ini digunakan untuk pesta-pesta adat dan
dijadikan semacam rebana atau induk gendang. Setelah penemuan di Kokar tadi,
sekitar tahun 1976, nekara dibawa ke Kupang untuk dipajang di museum negeri
Kupang. Kemudian pemerintah kabupaten Alor membangun museum khusus yang
menempatkan moko sebagai koleksi utamanya, sehingga moko nekara
ini pun dibawa pulang ke Kalabahi pada tahun 2004.
Selain moko nekara yang ditempatkan di
tengah-tengah museum, di sekitarnya dipajang pula secara berderet 23 moko
ukuran kecil, setinggi tiga atau empat jengkal orang dewasa. Misalnya, ada moko
"pung lima anak panah" yang biasanya digunakan sebagai mas kawin
dalam budaya alor pantar. Ada moko jawa telinga utuh cap bintang dan cap
satu bunga, ada moko belektaha cap bengkarung, ada moko malayfana
palili dari alor timur, moko makassar bunga kemiri tangan panjang, moko
aimala kumis besar. Sisanya, antara lain, moko cap naga, bulan, paria,
dan cap rupa-rupa simbol lainnya. Bisa dipastikan tidak ada masyarakat adat di
nusantara ini yang mengoleksi moko atau nekara perunggu ini dalam jumlah
banyak seperti suku-suku di alor. Dalam masyarakat adat pantar barat misalnya,
kalau yang meminang adalah anak raja atau keturunan raja, darah biru, tokoh
terhormat di masyarakat, dan gadis yang dipinang pun demikian, mas kawinnya
berupa belasan moko. "moko adalah simbol kehormatan dan
kesetiaan cinta bagi masyarakat alor".
Www.nttuweb.com/.../alor/moko-dan-kebudayaan-... -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar